Wednesday, February 16, 2011

Smiles and Teardrops

Love begins with a smile, grows with a kiss, and ends with a teardrop."
-Anonymous-
dalam membina hubungan dengan seseorang, akan selalu ada suatu masa dimana kita mengalami kebahagiaan dan akan ada masa dimana kita mengalami kesedihan. begitu juga halnya dengan hubungan yang saya miliki.

pertemuan pertama saya dengan orang yang saya sayangi dimulai dengan ketidaksengajaan. ketidaksengajaan yang mungkin jika bukan jalan Tuhan, maka hanya akan menjadi suatu hal biasa yang dengan cepat akan saya lupakan.
tetapi kehidupan menawarkan jalan dan cerita yang berbeda. ketidaksengajaan itu berubah menjadi satu hal yang menyatukan kami. perbincangan setengah hati yang saya lakukan, berubah menjadi ketertarikan berlanjut terhadap dirinya.
cinta dan rasa sayang yang saya miliki terhadap orang yang saya sayangi ini berbeda dari rasa jatuh cinta yang pernah saya rasakan sebelumnya. perasaan ini bukanlah perasaan menggebu-gebu yang melemaskan lutut, seperti yang saya rasakan ketika melihat gebetan saya sebelumnya di kampus.

perasaan ini tidak membuat jantung saya seakan hendak meloncat keluar karena pengaruh ketegangan.
bahkan di awal-awal kedekatan kami, saya tidak pernah memikirkan terlalu banyak tentang dia setiap setelah pertemuan kami.

bagi saya, cinta ini berbeda.
dia memasuki perasaan saya dengan pelan-pelan.
penuh kehati-hatian, ia menyelinap perlahan agar tidak mengejutkan jantung saya.
dengan kesabarannya, ia menunggu saya yang sebelumnya sedang terluka untuk selesai menyembuhkan hati saya.
sehingga kemudian, suatu hari saya terbangun dengan kesadaran bahwa saya sudah jatuh cinta lagi.
saya jatuh cinta kepada sosoknya yang tinggi besar, kepada kebaikan dan kesabarannya, kepada ucapannya yang selalu membuat saya merasa berharga dan dibutuhkan.

berharga dan dibutuhkan?
Ya. sejujurnya, kedua hal inilah yang membuat saya begitu menyayanginya.
Pernah patah hati mengajarkan saya banyak hal, salah satunya adalah bahwa saya berhak untuk dihargai dan dibutuhkan, dan bahwa saya berkewajiban untuk membuat orang yang saya sayangi juga merasa dihargai dan dibutuhkan.
dan dengan dirinya lah saya menemukan hal tersebut. 
Waktu begitu baik kepada kami berdua, karena Waktu memberikan kami banyak kesempatan untuk belajar, berkembang, dan lebih saling menyayangi lagi.
tetapi seperti layaknya roda Kincir Angin yang berputar, setiap kebahagiaan akan bertemu dengan kesedihan. semua yang di atas akan berputar ke bawah.

seperti sebuah ungkapan yang klise, Waktu yang dahulu menyatukan kami, kini menjadi komponen yang ikut berperan dalam memisahkan. menaruh jarak dan keraguan diantara saya dan dia.
seperti layaknya manusia, kami berkembang. dan seperti layaknya dua manusia yang menjalin hubungan, kadang kala kami berkembang ke dua arah yang berlawanan.
ditengah semua jadwal kehidupan, saya dan dia berusaha untuk menyesuaikan semuanya, melakukan segalanya untuk tidak membuat salah satu merasa tertinggal.

kadang hal tersebut berhasil dilakukan, kadang hal tersebut tidak berhasil. 

and somehow along the road, argumentasi-argumentasi kami berakhir dengan saling menyakiti.
melindungi ego masing-masing dan tidak mau saling mengerti.
pelajaran saling mendengarkan dan mengalah yang kami pelajari selama ini, seakan lenyap dimakan oleh kesibukan yang ikut memacu emosi.
dan kini sejujurnya saya rindu.
saya rindu dengan masa pertama kali kami bertemu.
saya rindu pada kemudahan mengatur jadwal dan pengertian yang tidak perlu diucapkan.
saya ingin merasakan lagi sepoian angin yang menerpa saya di atas motor, melihat lagi pantulan bayangan kami berdua yang saya lihat dari kaca-kaca mobil disamping, dan waktu yang kami habiskan hanya berdua.

tetapi layaknya semua sejarah, kita tidak bisa mengulangnya untuk kedua kali.
untuk dapat bertahan hidup, kita harus selalu bisa mengikuti perubahan dan melakukan yang terbaik yang bisa kita lakukan.
belajar untuk menyesuaikan, mendengar, mengerti, dan berusaha memahami satu sama lain. 
Ah, seandainya saja semua itu dapat kami lakukan semudah saya mengucapkannya.

we never know what might happen one year from now, or even three years from now. but what i will always know is, that no matter how it will end up in the end, I am a Fighter. i never surrender nor running away from my battle. I face it, embrace it, and doing the hardest that I can do to make it alright.

but please, don't make me do that alone, like a dancer doing tango with one foot.
because, it won't make any difference except me looking stupid and tired.

dan kini saya berimaji. satu tahun dari saat ini, bisakah kita melihat kembali ke hari ini dan tersenyum? bersyukur bahwa kita telah melewatinya dan menjadi lebih kuat, seperti besi yang ditempa?
semoga saja kita bisa. Amin.