Saat bayi, seseorang mengembangkan kebutuhan akan positive regards, yaitu kebutuhan untuk mendapatkan penerimaan, kasih sayang, dan persetujuan dari orang lain, terutama dari ibu. Positive regard sangat penting untuk perkembangan seorang anak, karena perilaku mereka diarahkan oleh seberapa banyak kasih sayang dan cinta yang mereka dapatkan. Seorang anak akan mempersepsikan ketidaksetujuan orangtua akan perilaku mereka sebagai ketidaksetujuan terhadap siapa diri mereka. Sehingga pada akhirnya mereka hanya akan berperilaku dalam cara yang menghasilkan positive regard dari orang lain, walaupun hal tersebut tidak sesuai dengan diri mereka yang sebenarnya.
Rogers mengatakan bahwa walaupun ada beberapa perilaku anak yang mungkin pantas mendapatkan hukuman, namun kasih sayang seorang ibu harus tetap diberikan secara penuh dan tanpa syarat; dan tidak tergantung dari perilaku seorang anak. Dengan melakukan hal tersebut, seorang anak akan merasa bahwa ia sudah bisa memenuhi kebutuhan akan positive regardnya dan akan berusaha untuk memberikan positive regard kepada orang lain. Terpenuhinya positive regard tanpa syarat juga akan membuat seseorang mengembangkan konsep diri yang lebih positif.So, kiddo. We may haven't met yet. I haven't married your father yet, and I don't know when will we finally meet each other. But I promise you, that I will give you my unconditional positive regard. Instead of saying:
"Kamu nakal banget sih. Karena kamu nakal, mamah akan hukum kamu."
I will say this to you..
"Hey kiddo, you know that I love you, right? And I will always love you no matter what you do. But you have to learn that some actions bring consequencies. Stealing candy is wrong, because you took what's not yours. So, as a consequence, you can't have dessert tonight."
Sumber: Schultz, D.P., & Schultz, S.E. (2009). Theories of Personality (9th ed). California: Wadsworth.
No comments:
Post a Comment